Kata Pengantar


Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan Tugas ini. Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, kerabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Tugas ini dibuat untuk memberikan kemudahan kepada teman-teman khususnya yang ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih dalam tentang Agama Hindu.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman–teman seperjuangan kamiyang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikanTugas ini.

Dan kami harap Tugas ini dapatbermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Kamijuga menyadari dalam pembuatan Tugas ini masih terdapat banyakkekurangan, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari teman-teman agar dapatmembangun bagi penyempurnaan Tugasini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Sabtu, 27 Mei 2017

SAD DARSANA (Filsafat Samkhya dan Wedanta)

AGAMA HINDU
SAD DARSANA (Filsafat Samkhya dan Wedanta)
Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Agama Hindu



Nama                           : Ahmad Syaif Al-azizi
Kelas                           : Perbandingan Agama  B IV



                  
FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 201 7










Kata Pengantar
             Alhamdulillah atas izin Allah SWT kami telah menyelesaikan makalah yang sangat jauh dari kata sempurna ini dengan pembahasan Sad Darsana (filsafat Samkhya dan Wedanta untuk memenuhi tugas kuliah dengan penuh ikhtiar dan usaha yang maksimal.
   Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha memaparkan dan menjelaskan tentang pengertian Samkhya serta Wedant, dari mulai konsep ajaran, epistimologi serta para tokoh pendiri atau pembawanya.  Kami menyadari, tidak ada manusia yang sempurna, sehingga bila terdapat kesalahan, baik dalnam penulisan atau dalam pembahasan makalah ini, dimohon kritik dan sarannya. Agar dapat kami jadikan referensi dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menyumbangkan Ilmu dan Pengetahuan dalam bidang pengkajian agama Hindu.











DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                               1
DAFTAR ISI                                                                                              2
BAB I : PENDAHULUAN                                                                       3
A.    Latar Belakang                                                                                 4
B.     Rumusan Masalah                                                                            4
C.     Tujuan penulisan                                                                              4
BAB II: PEMBAHASAN                                                                         5
A.    Sad Darsana                                                                                     6
B.     Filsafat Samkya                                                                               8
C.     prakarti                                                                                            11
D.    purusa                                                                                              12
E.     filsafat Wedanta                                                                              13
F.      Ajaran  Adwaita                                                                              14
G.    Aliran Wasistadwaita                                                                      16
H.    Aliran Adwaita                                                                                18
BAB III : PENUTUP                                                                                13
A.    Kesimpulan                                                                                      20
DAFTAR PUSTAKA                                                                                21








A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan masyarakat atau penganut agama Hindu filsafat Sad Darsana tentu sangatlah penting bagi mereka, kita sebagai akademisi tentu tidak bisa melepaskan kajian tentang filsafat ini yang berisi tentang Samkya dan Wedanta, kedua filsafat itu memiliki ajaran-ajaran yang sangat khas dan tentunya sangat berbeda dengan umumnya, seperti purusa, prakarti dlsb, ajaran ini yang mk
Maka makalah ini akan membahas tentang filsafat Sad Darsana ini demi untuk mendalami keilmuan kita sebagai akademisi.

B.     Rumusan masalah
a.       Apa pengertian filsafat Samkya
b.       Apa yang di maksut konsep Purusa dan Prakerti
c.       Apa pengertianTriguna
d.      Apa itu evolusi alam semesta
e.       Apa itu epsitemplogi Samkhya
f.        Pengertian fisafat Wedanta
g.      Ajaran-ajaran dan tokohnya
h.      Aliran Wasistadwaita
i.        Aliran Dwaita dan tokohnya


C.    Tujuan masalah
a.       Mengetahui filsafat Samkya beserta ajaran dan tokohnya seperti diatas
b.      Mengetahui dan memahami filsafat Wedanta beserta tokoh dan ajarannya
c.       Dan bisa mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan










BAB I
PENDAHULUAN
            Ajaran samkhya dan Wedanta sangatlah berpengaruh terhadap ajaran hindu di Indonesia. Ajaran samkhya dan Wedanta merupakan ajaran yang sudah tua usianya. keuduanya termasuk salah satu di antara sistim-sistim filsafat India paling wahid. Arti kata Samkhya ialah jumlah, hitungan, sintesa atau perpaduan. Samkhya merupakan sistem filsafat Hindu yang paling tua.  Istilah samkhya dijumpai dalam Upanishad dan Mahabharata. Nama ini diberikan kepada sistem filsafat ini karena filsof-filosof Samkhya secara umum mengemukakan bahwa terjadinya alam semesta beserta perkembangan dan perubahan obyek-obyek yang ada di dalamnya didasarkan atas  kategori keberadaan. Begitupun juga dengan Wedanta yang merupakan bagian akhir dari kitab weda dan merupakan salah satu literature dari buatan bangsa Arya yang sudah ribuan tahun mendiami kawasan India.
















BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sad Darshana
Kata Darshana berarti persepsi langsung, pandangan kontemplatif, penglihatan spritual. Secaara pilosofi, katadarsana berartipengetahuan tentang prinsip tertinggi atau pola yang melandasi kreasi fenomenal dan tentang pembagian kategori unsur-unsur yang memebentuk pola-pola tersebut. Sad darshana atau enam sistem filsafat ortodoks india yang disampaikan dalam sistem klasik.[1]
Aliran–aliran filsafat ini dikembangkan sebagai hasil dari pengetahuan yang didapatkan melalui masa weda, brahmana, upanishad dan purana dalam  sejarah pemkiran india. Sistem filsafat ini berasala dari para petapa dan orang-orang bijak india, sebagai hasil realisasi spiritual serta penglihatan kontemplatif mereka.
Secara terstruktur perkembangan filsafat India terbagi ke dalam beberapa periodisasi zaman yaitu: (1) Zaman Weda (1500 – 600 SM) yang diisi oleh peradaban bangsa Arya, pada saat itu baru muncul benih pemikiran filsafat berupa mantra, pujian keagamaan yangterdapat dalam sastra Brahmana dan Upanishad; (2) Zaman Wiracarita (600 – 200 SM) yang diisi oleh perkembangan sistem perkembangan pemikiran filsafat berupa Upanishad. Ide pemikiran filsafat tersebut berbentuk tulisan yang bertemakan kepahlawanan dan hubungan antara manusia dengan dewa; (3) Zaman Sastra Sutra (200 SM – 1400 M) yang diisi oleh semakin banyaknya bahan – bahan pemikiran filsafat berupa sutra; (4) Zaman Kemunduran (1400 – 1800 M) diisi oleh pemikiran filsafat yang mandul karena para ahli piker hanya menirukan pemikiran filsafat yang lampau; (5) Zaman Pembaharuan (1800 – 1950 M) diisi oleh kebangkitan pemikiran filsafat India yang dipelopori oleh Ram Mohan Ray (Achmadi, 2010: 85 – 86).
Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu.
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu yaitu: Nyāya, Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.
Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.[2]
Keenam sistem filsafat ini dirumuskan oleh beberapa rishis yang melihat realitas atau kebenaranyang sama, tapi dari suduut pandang srta kedalaman yang berbeda. Karena tidak ada satupun sistem yang secara tunggal dan ekslusif dapat mewakili filsafat ortodoks india, yang merupakan kumpulan ajaran berdasarkan keenam sistem filsafat tersebut.Keenam sistem filsafat itu yakni:
·           Samkhya : didirikan oleh kapila. 
-Nyaya : didirikan oleh gautama.
·           Waisiseka : didirkan oleh kanada.
 - Yoga : didirikan oleh patanjali.
·           Wedanta : didirikan oleh vyasa.
 -Mimasa : didirikan oleh jaimini.[3]
Setiap sistem filsafat mulai dengan sebuah analisis unsur-unsur yang memebangun eksistensi dan pengalaman manusiakemudian mereka mencoba menjelaskan hubungan kedua kategori unsur utama, yakni roh absolut dan alam. Akhirnya tujuan mereka adalah untuk mendefinisikan serta menjelaskan roh absolut agar dapat mencapai pembebasan melalui realisasi pribadi.
Berikyut adalah gambaran bagan dari Sad Darsana
( Dari kitab Weda Sruti Samhitta )

B.     Filsafat samkya
Sankhya kata berasal dari kata Sansekerta 'Sankhya' (pencacahan, perhitungan). Dalam Filsafat, pencacahan akurat dari kebenaran telah ditentukan. Akibatnya, Filsafat ini bernama 'sankhya'. Mungkin ada alasan lain adalah bahwa salah satu arti dari 'sankhya' adalah musyawarah atau refleksi atas hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran. Filsafat ini mengandung musyawarah tersebut dan kontemplasi atas kebenaran. Dalam Persepsi Filsafat, Pratyaksh (persepsi langsung melalui Rasa-Organ), Anumân (Inferensi atau kognisi mengikuti beberapa Pengetahuan lainnya), dan Shabda (Kesaksian Verbal) adalah tiga pramânâ yang diterima (sumber pengetahuan yang sah atau metode mengetahui benar). Misalnya, Nyâyikâs (Pengikut Filsafat Nyaya) telah menerima empat Pramânâ, para Mimâsakâs (Pengikut Filsafats Mimâsa) telah menerima enam pramânâ. Demikian pula, di Filsafat Sankhya, tiga Pramânâs telah diterimanya. Didirikan oleh Maharshi Kapil, ini adalah Filsafat yang paling kuno. Filsafat ini di bangun oleh maha rsi kapila. Sebuah teks yang ditulis oleh Ishwar Krishna disebut 'Sânkhyakârika' adalah sumber terpercaya prinsip pengetahuan dalam Filsafat ini. Hal ini ditulis dalam Aryan Chand (sejenis puisi sansekerta kuno) dan berisi 72 Karikas (koleksi memorial ayat tentang topik filosofis) yang menerjemahkan Sankhya Siddhant (Doktrin sankhya) yang  jelas dan eksplisit.
Para ahli merasa bahwa beberapa orang mungkin telah belajar menulis Sankhya Sutra dan Sutra Sânkhyasamâs dalam nama Maharishi Kapila. Hal ini karena tidak ada menyebutkan bahwa dua teks tersebut ditulis 1500 SM. Oleh karena itu, apa pun pengetahuan yang kita dapat dari Ajaran Sankhya sekarang didasarkan pada Sankhya Karikas.
Ajaran Sankhya merupakan filsafat yang menerima 24 Kebenaran dari Prakriti (Alam benda) dan 25 kebenaran Purusha (Jiwa). 24 Kebenaran atau Realitas Prakrti adalah sebagai berikut:
1.        Mula Prakrti (Materi asal yang tidak bermanifestasi).
2.         Mahat Tattva (Prinsip besar yaitu Buddhi atau Intelejensi).
3.        Ahankâr (Ego).
Selanjutnya lima Tanmâtras (sensasi halus yang dihasilkan dari lima unsur, yang dapat dipahami organ perasaan):
1.      Shabda Tanmâtra (suara).
2.      Sparsha Tanmâtra (sentuhan).
3.      Rupa Tanmâtra (cahaya).
4.      Rasa Tanmâtra (rasa).
5.      Gandha Tanmâtra (bau).
Berikutnya lima organ perasa:
1.      Shrotra (pendengaran).
2.      Tvak (menyentuh).
3.      Chakshu (penuntun).
4.      Rasna (mencicipi).
5.      Grana (berbau).
Lalu Enam organ tindakan.
1.      VAK (berbicara).
2.      Pani (menggenggam).
3.      PADA (penggerak).
4.      payu (ekskresi).
5.      Upastha (reproduksi).
6.      Man (pikiran).
Terakhir, Pancha maha bhuta (limaunsur materi kasar).
1.      Prithivi (bumi).
2.      Jal (air).
3.      Tej (api).
4.      Vayu (udara).
5.      Akesh (eter).[4]
Dan yang ke 25 adalah purusha atau atma (sosok transenden atau kesadaran murni) dengan demikian semuanya ada 25 kebenaran.
Dalam risalah filsafat sankhya, 25 kebenaran diatas diklasifikasikan lagi sebagai berikut:
1.      Suatu entitas murni zat asal.
2.      Suatu entitas wujud asal yang berevolusi.
3.      Suatu entitas exlusif yang berevolusi dari wujud asal.
4.      Entitas yang bukan wujud asal atau bukan entitas yang berevolusi dari wujud asal.[5]
Dalam ajaran hindu purusa dan prakerti merupakan dua unsur pokok yang terkandung dalam setiap materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti merupakan unsur yang bersifat kekal, halus, dan tidak dapat di pisahkan. Purusa adalah yang bersifat kejiwaan sedangkan prakerti bersifat kebendaan atau material. Pada penciptaan alam semesta, prakerti berevolusi menjadi Panca Tanmatra yaitu lima benih yang belum berukuran. Panca Tan Matra setelah melalui evolusi yang panjang akhirnya menjadi Panca Maha Bhuta, yakni lima unsure materi,lima unsur materi ini kemudian membentuk anggota alam semesta seperti matahari, bumi, bulan, bintang bintang, dan lain lain. Dalam berfungsinya alam semesta, Purusha tidak bisa menjadi penyebab dari setiap substansi atau entitas. Purusha tidak bertindak ia hanya saksi. Prakrti adalah satu-satunya penyebab dari apa pun yang ada baik yang jelas atau tersembunyi.
Prakrti
Keberadaan tiga Gunas yaitu, Sattva (suatu aspek realitass fisik yang murni dan baik yang mengarah kepada kebahagiaan dan keharmonisan ), rajas (aspek realitas fisik yang menyebabkan keinginan, ambisi dan kegelisahan), tamas (aspek realitas fisik yang mengarah ke kemalasan dan kelambanan (inersia)) dalam suatu keseimbangan yang harmonis dan dinamis disebut prakrti. Ketiga Guna ada dalam keadaan seimbangan, harmonis dan dinamis sebelum penciptaan alam semesta. Namun ketika alam semesta sudah tercipta ketiga guna ada dalam keadaan berselisih, kehasutan (agitasi) dan tidak seimbang. Dalam proses penciptaan, yang pertama diciptakan  adalah  Mahat Tattva (Buddhi atau intelejensi). Dari Mahat Tattva kemudian  dibuat Ahankâr (Ego), dari Ahankâr  kemudian diciptakan lima Tanmâtrâs (sensasi yang ghaib) yaitu : Shabda (suara), Sparsha (sentuhan), Rupa (penglihatan), rasa(Rasa) dan Gandha (penciuman). Tubuh tumbuhan, hewan, manusia, serangga, dan lain-lain terbuat dari lima Tattva (Pancha bhutas). Bahkan segala sesuatu yang tercipta diciptakan dari yang Pancha maha bhuta.[6]
a)         Karakteristik dari Prakrti, Prakrti bersifat terdahulu, kekal, unik, tanpa dimulai, dan tanpa alasan. Jika sama sekali Prakrti tergantung apa-apa, mungkin alam sendiri memeiliki sifat ketiga guna. Dari ketiga Guna, Prakrti membuat ciptaan mendasarkan, mengandung guna sattva, raja, tamas. Dan ketiga guna memiliki relativitas yang saling saling terkait.
b)        unsur dari Prakrti, manifestasi dari Prakrti tidak berbentuk apapun. Manifestasi yang pertama adalah Mahat (Buddhi) yang melahirkan Ahankâr. Ahankâr adalah cabang dari Buddhi. Lima organ perasa serta Lima Tanmâtra muncul dari Ahankâr. Dan Buddhi, Ahankâr, danLima Tanmatras semua karya dari Prakrti. Bahkan, dari Buddhi sampai Pancha mahâbhuta, semua ciptaan adalah evolusi dari Prakriti dan penyebaran darinya.
Purusha
Purusha memiliki sifat berdiri sendiri dan berbedadengan prakurti. Purusha tidak berawal dan tidak berakhir, tidak memiliki unsur-unsur dan bersifat jiwani, dia berbeda dengan buddhi, pikiran dan organ. Juga bersifat terdahulu dan kekal. juga melampaui ruang, waktu. Purusha merupakan bentuk kesadaran murni. Purusha pada dasarnya tidak terhubung dengan Prakruti tapi setelah dunia ini lahir; tercipta, purusha menjadi terhubung dengan Prakruti. ia menjadi terjerat dalam Prakruti.
Purusha juga disebut yang menyaksikan, Maha Melihat, sang bijaksana, dll dalam Kitab Suci Sankhya. Apabila purushaada bersama dengan Prakruti atau keduanya nertemu, maka akan terjadi kesedihan.
Setelah memperoleh pencerahan dan kebijaksanaan melalui pengetahuan, maka Moksha akan terrcapai dengan sendirinya. Dengan kata lain kita akan mencapai mokhsa apabila kita memiliki pengetahuan dan apabila kita tidak mempunyainya maka mokhsa tidak akan tergapai. adapun Moksha itu sendiri adalah tujuan akhir dari filsafat shankya.[7] 
Oleh karena itu tujuan utama dari Sankhya adalah untuk membebaskan Purusha dari ikatan Prakruti. Sebenarnya, Atma (Purusha) tidak terikat juga tidak pula terjebak dalam roda kelahiran & Kelahiran kembali (reinkarnasi). Prakurtilah yang terjebak dalam kelahiran kembali.[8]
C.    Filsafat Wedanta.
Wedanta berasal dari kata weda-anta,artinya bagian terakhir dari weda. Kitap Upanishad juga disebut dengan Wedanta, karena kitab-kitab ini mewujudkan bagian akhir dari Weda yang bersifat mengumpulkan.
Mengacu pada periodeisasi filsafat timur maupun barat, filsafat yang berkembang pertama kalinya adalah aliran filsafat India yang mengarah kepada Hinduisme dan Budhaisme. Perkembangan filsafat India sendiri dapat dibagi menjadi 4 zaman yakni:
Ø   Zaman Prasejarah
Ø   Zaman Wedaa
a.        Zaman Weda Purba
b.       Zaman Brahmana
c.       Zaman Upanisad
Ø   Zaman Budha
Ø   Zaman Purana
Dalam zaman Weda, filsafat India mengalami awal perkembangan yang sangat pesat. Pada masa ini, muncullah weda, yang bisa dibagi menjadi 4 bagian (samhita), yakni:
1.      Rg Weda (nyanyian pujaan-pujaan)
2.      Sama Weda (mantra yadnya)
3.      Yajur Weda (rumusan upacara-upacara korban)
4.      Atharwa Weda (mantra-mantra mistik)
Pada masa ini pula dilahirkan 3 kitab suci yang pada nantinya berperan penting dalam agama Hindu. Kitab itu antara lain, Brahmana, kitab yang berisi tentang spekulasi tentang kurban dan kedudukan pendeta-pendeta. Aranyaka, kitab yang lebih menekankan pada naskah-naskah esoteris yang merupakan hasil refleksi dari kaum wanaprastha, kitab ini lebih menekankan pada arti batiniah dan simbolis dari kurban. Upanishad merupakan kelanjutan dari Aranyaka. Seringkali Upanishad dikatakan penutup dari Weda, baik secara terminologis maupun kronologis. Itu sebabnya Upanishad seringkali disebut dengan Wedanta.
pengertian Wedanta erat sekali hubungannya dengan Upanishad hanya saja kitab-kitab Upanishad tidak memuat uraian-uraian yang sistimatis. Usaha pertama untuk menyusun ajaran Upanishad secara sistimatis diusahakan oleh Badrayana, kira-kira 400 SM. Hasil karyanya disebut dengan Wedanta-Sutra.
Ajaran Vedanta, sering juga disebut dengan Uttara Mimamsa yaitu penyelidikan yang kedua, karena ajaran ini mengkaji bagian Weda, yaitu Upanishad. Kata Vedanta berakar kata dari Vedasya dan Antah yang berarti akhir dari Weda. Sumber ajaran ini adalah kitabVedantasutra atau dikenal juga dengan nama Brahmasutra. Pelopor ajaran ini adalah Maharsi Vyasa, atau dikenal juga dengan nama Badarayana atau Krishna Dwipayana.[9]
Filsafat Wedanta sangat kuno sekali yang menurut dari beberapa sumber adalah dari literature bangsa Arya, filsafat ini mempunyai kekhususan yakni impersonal, bukan dari seseorang ataupun rasul seperti dalam islam. wedanta juga disebut uttara Mimamsa kata”wedanta” berarti”akhir dari weda. Sumber ajarannya adalah kitab upainishad. Maharsi V yasa menyusun kitab yang bernama Wedantasutra.
1.      Ajaran Adwaita  
Sistem Wedanta yang terbesar dan terkenal adalah Adwaita, artinya “tidak dualisme” maksudnya Adwaita menyangkal bahwa kenyataan ini lebih dari satu (Brahman), walaupun demikian sistim ini bukan bersifat monistis yang mengajarkan bahwa segala sesuatu dialirkan dari satu azas saja, melainkan disamping dari Brahman masih ada Atman yang merupakan sumber kekuatan.
Penganjur yang terbesar dan terbanyak pengaruhnya dari aliran ini adalah sankara(788-820 masehi). Sankara ragu-ragu akan ketentuan dari Upanisad yang menyatakan bahwa dunia ini diciptakan oleh Brahman, akan tetapi tidak percaya akan keaneka ragaman di alam ini sebagai yang di anjurkan oleh Ramanuja. Kalau dunia betul-betul ada dengan nyata,maka tidak mungkin keaneka ragaman itu,tidak ada. Dengan pemikiran ini berusaha untuk mempertemukan pendapat-pendapat yang bertentangan itu dengan berdasarkan pada upacara dalam Sweta Swatara Upanisad, yang menyatakan bahwa asal (prakrti) dari pada dunia ini terletak pada kekuatan sulap (maya). Dengan demikian Brahman dengan kekuatannya MayaNya dapat memperlihatkan segala yang kita lihat ini, sehingga menghalangi pengetahuan kita yang sebenarnya itu yaitu Brahman dengan keanekaragamannya.
2.      Aliran Wasistadwaita
Wasistadwaita berasal dari kata Wasista dan Dwaita. Wasista berarti ‘yang diterangkan’ yaitu oleh sifat-sifatnya. Jadi Brahman yang satu diberi keterangan oleh sifat-sifatNya. Tokohnya bernama Ramanuja (1050-1137). Ramanuja menjelaskan pandangannya dengan cara orang memakai bahasa pada umumnya. Misal: “Mawar adalah merah”. Mawar adalah substansi, merah adalah sifat. Keduanya tidak sama, tapi menguraikannya seolah sama. Hubungan keduanya merupakan hubungan substansi dengan sifat.
Dalam Wasistadwaita ditekankan bahwa yang satu itu diterangkan atau ditentukan oleh sifat-sifatnya,Brahman yang tunggal itu menjelma dalam jiwa dan dunia serta menjiwai keduanya.
Menurut Ramanuja Tuhan adalah asas yang amanen yaitu berada di dalam jiwa (purusa)dan benda (prakerti). Tuhan, jiwa, dan benda mewujudkan suatau kesatuan yang organis. Hubungan antara ketiganya yaitu apathak siddhi atau tak dapat dipisahkan. Sekalipun demikian ia tidak dipengaruhi oleh jiwa dan benda.
Jiwa disebut dengan prakara Tuhan, artinya jiwa turut membantu Tuhan. Jiwa berbentuk atom.jikalau Tuhan berakekatkan akal, maka jiwa berakekatkan perasaan. Jiwa juga dapat menderita karena Karma yang dibuat oleh manusia. Ada tiga golongan, yaitu:
a.       Jiwa yang tidak pernah dibelenggu oleh duniawi yang disebut Nitya
b.      Jiwa yang bebas dari belenggunya yang disebut mukti  
c.       jiwa yang masih terbelenggu oleh benda, sehingga masih mengalami kelahiran kembali.
Ramanuja mengajarkan bahwa benda tidak bergantung dari roh atau jiwa dalam perkembangan Sattwa, rajas, tamas mewujudkan sifat-sifat benda.
Hubungan jiwa dengan Tuhan, jiwa dengan badan dipengaruhi sifat masing-masing. Ramanuja menguraikan sepuluh sifat.
3.      Aliran Dwaita
Aliran ini menganggap dirinya sama tuanya dengan Upanisad, tidak ada yang dapat menentukan apakah anggapan itu benar. yang jelas ialah orang yang terkenal atau sebagai tokoh yang terkenal atau sebagai tokoh aliran ini adalah  madhwa (1199-1278), jika kita perhatikan dari masa kehidupan para tokoh aliran wedanta ini, madhwa yang paling muda.
Dwaita mula-mula berpengaruh dibagian barat india, akan tetapi kemudian pengaruhnya menjalar kebagian yang lebih luas. Madhwa sangat berpengaruh pada saat itu sehingga dikenal sebagi Purnaprajna artinya: orang yang telah mendapat fikiran yang sempurna.  Madhwa juga di panggil oleh orang tuanya dengan nama Wasudewa. Hasil karyannya yang gterkenal ialah komentar atas kitab-kitab Upanisad. Atas kitab Bhagawadgita dan Wedanta – sutra serta beberapa tulisan lainya.
Sistim Wedanta seperti yang dianjurkan oleh Madhwa disebut Dwaita (dualis) sebab menurut Madhwa pokok-pokok ajaran filsafatnya adalah perbedaan (bheda). Sistim ini disebut juga realistis karena mengakui bahwa dunia ini nyata bukan maya. Akhirnya sistim ini juga bersifat theitis, karena menerima adanya Tuhan yang pribadi sebagai satu-satunya kenyataan yang berdiri sendiri (swatantra) dengan kata lain Madhwa mengakui/percaya. Dengan adanya manifestasi dari Tuhan yang beraneka ragam.
Dasar ajaran Madhwa adalah mengakui adanya kenyataan yang beraneka ragam di dunia ini, semua mampu mempunyai cirri dan sifat tersendiri, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan. Pada prinsipnya perbedaan itu adalah segala sesuatu yang mempunyai wujud tersendiri. Umpama; sapi sendirinya berbeda dengan kambing. Menyebut sapi dengan sendirinya menunjuk perbedaannya dengan kambing dan sebaliknya, menyebut kambing dengan sendirinya menunjuk kepada perbedaan kambing dengan sapi. Oleh karena itu sebenarnya orang tidak mampu mengetahui du hal sekaligus, guna untuk mengetahui perbedaan kedua itu demikian pula halnya dengan filsafat tidak mampu membedakan sekaligus, tanpa mengenal satu persatu terlebih dahulu.
Menurut Madhwa di dunia ini ada lima macam perbedaan yaitu:
1.      Perbedaan antara Tuhan dengan Jiwa.
2.      Perbedaan antara Jiwa dengan Jiwa yang lainya.
3.      Perbedaan antara Tuhan dengan benda.
4.      Perbedaan antara Jiwa dengan benda.
5.      Perbedaan antara benda yang satu dengan benda yang lainya.
Semua itu berbeda berbeda secara mutlak, sekalipun perbedaan itu tidak berarti bahwa semua itu tidak saling bergantungan umpamannya; tubuh bergantung dari pada jiwa, sekalipun keduannya sangat berbeda sekali. Hanya ada satu hal yang tidak bergantung pada hal yang lain yaitu adalah Tuhan, tetapi sebaliknya yang lainya bergantung pada Tuhan.
Tuhan , jiwa dan benda ketigannya sama-sama kekal adannya, sekalipun demikian hanya Tuhan yang merdeka dan bebas, yang bergantung pada siapapun dan apapun. Tuhan adalah kenyataan yang tertinggi dan memiliki sifat-sifat yang kaya sekali. Walaupun tuhan dapat di mengerti, akan tetapi Tuhan tidaak dapat dikenal oleh umat secara menyeluruh dan secara sempurna. Tuhan yang berhakekat-kan pengetahuan dan kegirangan itu adalah suatu pribadi, yang memiliki suatu kepribadian yang mutlak.
Menurut Madhwa bahwa didunia ini ada banyak jiwa yang tidak terhingga jumlahnya. Tiap jiwa berbeda dengan jiwa yang lain. Itulah sebabnya tiap orang memiliki pengalaman sendiri-sendiri, memiliki cacat sendiri, memiliki sengsara sendiri, dan seterusnya. Jiwa-jiwa itu berbentuk atom akan tetapi karena dipengaruhi oleh ikatan duniawi (nafsu) maka jiwa ini ikut menderita atau bahagia, padahal sebenarnya jiwa itu kekal dan abadi penuh kebahagiaan. Oleh karena di bungkus oleh karma  wesana maka jiwa-jiwa itu ikut menderita, sengsara  dan pada saatnya akan kembali numitis ke dunia ini.
§  Secara umum dijelaskan bahwa jiwa yang ada didunia ini mempunyai tingkatan-tingkatan yaitu: Jiwa-jiwa yang bebas secara kekal (nitya), seperti umpamannya Laksmi, istri atau sakti Wisnu.
§    Jiwa-jiwa yang telah mencapai  kelepasan dari sengsara (mukta) yaitu para Dewata, para Rsi dan nenek moyang yang telah mendapat kelepasan.
§    Jiwa-jiwa yang terbelenggu (baddha), oleh segala papa dan dosa, jiwa terbelenggu ini ada dua kelompok yaitu:
a.        Jiwa-jiwa yang masih dibebaskan (mukti yogya).
b.          Jiwa-jiwa yang tidak dapat dilepaskan lagi.
Ajaran Dwaita tentang proses terjadinya pengetahuan pada umumnya sama dengan ajaran Nyaya dan Waisesika, akan tetapi ajaranya tentang pengetahuan itu sendiri ada bedannya. Menurut Dwaita pengetahuan adalah suatu bentuk dari alat-alat (manas), sehinnga pengetahuan itu bersifat pada manas, bukan pada pribadi manusia. Namun dalam proses pengetahuan itu sendiri manusialah yang menjadi pelakunnya, sebab pribadi manusialah yang memprakarsai proses itu, sehingga ada hubungan antara pribadi manusia dan pengetahuan yang timbul.
Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan yang ada di luar manusia. Pengetahuan yang salah juga memiliki obyeknya. Adapun obyeknya ialah “apa yang tidak ada” (asat). Hal ini diterangkan demikian; orang memiliki seutas tali sebagai seekor ular (kenyataannya tidak benar). Aliran Nyaya – Waisesika mengajarkan, bahwa ular itu ada, sekalipun bukan di tempat itu, melainkan di tempat lain. Dwaita berpendapat, bahwa ular itu tidak ada, baik di tempat itu, maupun di tempat lain. Kesalahan pengetahuan itu adalah bahwa apa yang tidak ada di sangka ada. Obyek pengetahuan yang salah memang tidak ada secara kenyataan, hanya bayangan saja yang menyebutkan ada seperti melihat ular, padahal tidak ada ular yang ada hanya tali saja,. Orang-orang pada umumnya bingung, menyangka yang sesungguhnya tidak ada dikatakan ada; hal ini di sebabkan oleh kegelapan pikiran manusia yang disebut dengan Awidya.











BAB III
KESIMPULAN
Dari kedua aliran tersebut kita bisa menyederhanakan bahwa aliran filsafat sangat banyak sekali di dunia, tak terkecuali di India yang notabeni dianggap sebagai aliran filsafat tertua yang pernah tercatat dalam sejarah kehidupan manusia, kita juga bisa meruncingkan bahwa Samkhya dan Wedanta keduanya sangat berpengaruh dalam cara pemikiran hindu modern khususnya di Indonesia yang banyak sekali menerapkan paham-paham tersebut sampai sekarang. Dari kedua aliran tersebut bisa diambil bahwa sangat beragamnya system filsafat dalam hindu yang bisa dijadikan bahan pemikiran maupun referensi keilmuan dalam dunia akademis maupun umat beragama di seluruh dunia













DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Harun, Sari Filsafat India, Jakarta, BPK Gunung Mulia Kwitang, 1985.
Suparta, Ardhana, Sejarah perkembangan AGAMA HINDU di Indonesia. Surabaya: Paramita, 2002.
Satya prasad dasji, Swami. Indian Philosophy, Bhuj : Sadguru Mahant Swani Sri Dharmnandan dasji,  2010.
Suparta, Ardhana. Sejarah perkembangan AGAMA HINDU di Indonesia. Surabaya: Paramita, 2002.



[1]  Di akses dari http://filsafat.kompasiana.com/2012/09/18/filsafat-india/ pada tanggal 20 Maret 2017.
[3] Harun, Hadiwijono,  Sari Filsafat India, Jakarta, BPK Gunung Mulia Kwitang, 1985 .h 65
[4] Dr. Swami Satya prasad dasji,  Indian Philosophy, Bhuj : Sadguru Mahant Swani Sri Dharmnandan dasji,  2010. h. 65 – 66.
[5] Ibid. h. 67.
[6] Ibid. h. 70-71
[7] Ardhana Suparta. Sejarah perkembangan AGAMA HINDU di Indonesia. Surabaya: Paramita, 2002. h. 43.
[8] Dr. Swami Satya prasad dasji, Indian Philosophy, Bhuj : Sadguru Mahant Swani Sri Dharmnandan dasji,  2010. h.80.
[9] Diakses  (http://id.wikipedia.org/wiki/adwaita wedanta) pada 20 Maret 2017

0 komentar :

Posting Komentar

 

Makalah Lengkap © 2015 - All Rights Reserved | Copyright by Makalah kel 11