AGAMA HINDU
SAD DARSANA (Filsafat Samkhya dan Wedanta)
Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Agama Hindu
Nama :
Ahmad Syaif Al-azizi
Kelas :
Perbandingan Agama B
IV
FAKULTAS
USHULUDDIN
PROGRAM STUDI
PERBANDINGAN AGAMA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 201
7
Kata Pengantar
Alhamdulillah atas izin Allah SWT kami telah menyelesaikan makalah yang
sangat jauh dari kata sempurna ini dengan pembahasan Sad Darsana (filsafat
Samkhya dan Wedanta untuk memenuhi tugas kuliah dengan penuh ikhtiar dan usaha
yang maksimal.
Dalam penyusunan
makalah ini kami berusaha memaparkan dan menjelaskan tentang pengertian Samkhya
serta Wedant, dari mulai konsep ajaran, epistimologi serta para tokoh pendiri
atau pembawanya. Kami menyadari, tidak ada manusia yang sempurna,
sehingga bila terdapat kesalahan, baik dalnam penulisan atau dalam pembahasan
makalah ini, dimohon kritik dan sarannya. Agar dapat kami jadikan referensi
dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk menyumbangkan Ilmu dan Pengetahuan dalam bidang pengkajian agama Hindu.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I :
PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan penulisan 4
BAB II:
PEMBAHASAN 5
A.
Sad Darsana 6
B.
Filsafat Samkya 8
C.
prakarti 11
D.
purusa 12
E.
filsafat Wedanta 13
F.
Ajaran Adwaita 14
G.
Aliran Wasistadwaita 16
H.
Aliran Adwaita 18
BAB III :
PENUTUP 13
A. Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21
A. Latar
Belakang
Dalam kehidupan masyarakat atau
penganut agama Hindu filsafat Sad Darsana tentu sangatlah penting bagi mereka,
kita sebagai akademisi tentu tidak bisa melepaskan kajian tentang filsafat ini
yang berisi tentang Samkya dan Wedanta, kedua filsafat itu memiliki
ajaran-ajaran yang sangat khas dan tentunya sangat berbeda dengan umumnya,
seperti purusa, prakarti dlsb, ajaran ini yang mk
Maka makalah ini akan membahas
tentang filsafat Sad Darsana ini demi untuk mendalami keilmuan kita sebagai
akademisi.
B.
Rumusan masalah
a. Apa pengertian
filsafat Samkya
b. Apa yang di maksut konsep Purusa dan Prakerti
c. Apa pengertianTriguna
d. Apa itu evolusi alam
semesta
e. Apa itu epsitemplogi Samkhya
f.
Pengertian fisafat Wedanta
g. Ajaran-ajaran
dan tokohnya
h. Aliran
Wasistadwaita
i.
Aliran Dwaita dan tokohnya
C.
Tujuan masalah
a. Mengetahui
filsafat Samkya beserta ajaran dan tokohnya seperti diatas
b. Mengetahui dan
memahami filsafat Wedanta beserta tokoh dan ajarannya
c. Dan bisa
mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan
BAB
I
PENDAHULUAN
Ajaran samkhya dan Wedanta sangatlah berpengaruh terhadap ajaran hindu di
Indonesia. Ajaran samkhya dan Wedanta merupakan ajaran yang sudah tua usianya.
keuduanya termasuk salah satu di antara sistim-sistim filsafat India paling
wahid. Arti kata Samkhya ialah jumlah, hitungan, sintesa atau perpaduan.
Samkhya merupakan sistem filsafat Hindu yang paling tua. Istilah samkhya
dijumpai dalam Upanishad dan Mahabharata. Nama ini diberikan kepada sistem
filsafat ini karena filsof-filosof Samkhya secara umum mengemukakan bahwa
terjadinya alam semesta beserta perkembangan dan perubahan obyek-obyek yang ada
di dalamnya didasarkan atas kategori keberadaan. Begitupun juga dengan
Wedanta yang merupakan bagian akhir dari kitab weda dan merupakan salah satu
literature dari buatan bangsa Arya yang sudah ribuan tahun mendiami kawasan
India.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sad
Darshana
Kata Darshana
berarti persepsi langsung, pandangan kontemplatif, penglihatan spritual.
Secaara pilosofi, katadarsana berartipengetahuan tentang prinsip tertinggi atau
pola yang melandasi kreasi fenomenal dan tentang pembagian kategori unsur-unsur
yang memebentuk pola-pola tersebut. Sad darshana atau enam sistem filsafat
ortodoks india yang disampaikan dalam sistem klasik.
Aliran–aliran
filsafat ini dikembangkan sebagai hasil dari pengetahuan yang didapatkan
melalui masa weda, brahmana, upanishad dan purana dalam sejarah
pemkiran india. Sistem filsafat ini berasala dari para petapa dan orang-orang
bijak india, sebagai hasil realisasi spiritual serta penglihatan kontemplatif
mereka.
Secara
terstruktur perkembangan filsafat India terbagi ke dalam beberapa periodisasi
zaman yaitu: (1) Zaman Weda (1500 – 600 SM) yang diisi oleh peradaban bangsa
Arya, pada saat itu baru muncul benih pemikiran filsafat berupa mantra, pujian
keagamaan yangterdapat dalam sastra Brahmana dan Upanishad; (2)
Zaman Wiracarita (600 – 200 SM) yang diisi oleh perkembangan sistem
perkembangan pemikiran filsafat berupa Upanishad. Ide pemikiran
filsafat tersebut berbentuk tulisan yang bertemakan kepahlawanan dan hubungan
antara manusia dengan dewa; (3) Zaman Sastra Sutra (200 SM – 1400 M) yang diisi
oleh semakin banyaknya bahan – bahan pemikiran filsafat berupa sutra;
(4) Zaman Kemunduran (1400 – 1800 M) diisi oleh pemikiran filsafat yang mandul
karena para ahli piker hanya menirukan pemikiran filsafat yang lampau; (5)
Zaman Pembaharuan (1800 – 1950 M) diisi oleh kebangkitan pemikiran filsafat
India yang dipelopori oleh Ram Mohan Ray (Achmadi, 2010: 85 – 86).
Terdapat dua
kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika.
Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan
kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat.
Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga,
Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran
tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu.
Terdapat enam
Astika (filsafat Hindu) institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang
Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu yaitu: Nyāya,
Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan
Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal
dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika
diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas
dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.
Meski demikian,
ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh
dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan
keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.
Keenam sistem
filsafat ini dirumuskan oleh beberapa rishis yang melihat realitas atau
kebenaranyang sama, tapi dari suduut pandang srta kedalaman yang berbeda.
Karena tidak ada satupun sistem yang secara tunggal dan ekslusif dapat mewakili
filsafat ortodoks india, yang merupakan kumpulan ajaran berdasarkan keenam
sistem filsafat tersebut.Keenam sistem filsafat itu yakni:
·
Samkhya : didirikan oleh
kapila.
-Nyaya : didirikan oleh gautama.
·
Waisiseka : didirkan oleh
kanada.
- Yoga : didirikan oleh patanjali.
·
Wedanta : didirikan oleh vyasa.
-Mimasa : didirikan oleh jaimini.
Setiap sistem
filsafat mulai dengan sebuah analisis unsur-unsur yang memebangun eksistensi
dan pengalaman manusiakemudian mereka mencoba menjelaskan hubungan kedua
kategori unsur utama, yakni roh absolut dan alam. Akhirnya tujuan mereka adalah
untuk mendefinisikan serta menjelaskan roh absolut agar dapat mencapai
pembebasan melalui realisasi pribadi.
Berikyut adalah
gambaran bagan dari Sad Darsana
( Dari kitab
Weda Sruti Samhitta )
B.
Filsafat samkya
Sankhya kata
berasal dari kata Sansekerta 'Sankhya' (pencacahan, perhitungan). Dalam
Filsafat, pencacahan akurat dari kebenaran telah ditentukan. Akibatnya,
Filsafat ini bernama 'sankhya'. Mungkin ada alasan lain adalah bahwa salah satu
arti dari 'sankhya' adalah musyawarah atau refleksi atas hal-hal yang berkaitan
dengan kebenaran. Filsafat ini mengandung musyawarah tersebut dan kontemplasi
atas kebenaran. Dalam Persepsi Filsafat, Pratyaksh (persepsi langsung melalui
Rasa-Organ), Anumân (Inferensi atau kognisi mengikuti beberapa Pengetahuan
lainnya), dan Shabda (Kesaksian Verbal) adalah tiga pramânâ yang diterima
(sumber pengetahuan yang sah atau metode mengetahui benar). Misalnya, Nyâyikâs
(Pengikut Filsafat Nyaya) telah menerima empat Pramânâ, para Mimâsakâs
(Pengikut Filsafats Mimâsa) telah menerima enam pramânâ. Demikian pula, di
Filsafat Sankhya, tiga Pramânâs telah diterimanya. Didirikan oleh Maharshi
Kapil, ini adalah Filsafat yang paling kuno. Filsafat ini di bangun oleh maha
rsi kapila. Sebuah teks yang ditulis oleh Ishwar Krishna disebut
'Sânkhyakârika' adalah sumber terpercaya prinsip pengetahuan dalam Filsafat
ini. Hal ini ditulis dalam Aryan Chand (sejenis puisi sansekerta kuno) dan
berisi 72 Karikas (koleksi memorial ayat tentang topik filosofis) yang
menerjemahkan Sankhya Siddhant (Doktrin sankhya) yang jelas dan
eksplisit.
Para ahli
merasa bahwa beberapa orang mungkin telah belajar menulis Sankhya Sutra dan
Sutra Sânkhyasamâs dalam nama Maharishi Kapila. Hal ini karena tidak ada
menyebutkan bahwa dua teks tersebut ditulis 1500 SM. Oleh karena itu, apa pun
pengetahuan yang kita dapat dari Ajaran Sankhya sekarang didasarkan pada
Sankhya Karikas.
Ajaran Sankhya
merupakan filsafat yang menerima 24 Kebenaran dari Prakriti (Alam benda) dan 25
kebenaran Purusha (Jiwa). 24 Kebenaran atau Realitas Prakrti adalah sebagai
berikut:
1.
Mula Prakrti (Materi asal yang tidak
bermanifestasi).
2.
Mahat Tattva (Prinsip besar
yaitu Buddhi atau Intelejensi).
3.
Ahankâr (Ego).
Selanjutnya
lima Tanmâtras (sensasi halus yang dihasilkan dari lima unsur, yang dapat
dipahami organ perasaan):
1.
Shabda Tanmâtra (suara).
2.
Sparsha Tanmâtra (sentuhan).
3.
Rupa Tanmâtra (cahaya).
4.
Rasa Tanmâtra (rasa).
5.
Gandha Tanmâtra (bau).
Berikutnya lima
organ perasa:
1.
Shrotra (pendengaran).
2.
Tvak (menyentuh).
3.
Chakshu (penuntun).
4.
Rasna (mencicipi).
5.
Grana (berbau).
Lalu Enam
organ tindakan.
1.
VAK (berbicara).
2.
Pani (menggenggam).
3.
PADA (penggerak).
4.
payu (ekskresi).
5.
Upastha (reproduksi).
6.
Man (pikiran).
Terakhir,
Pancha maha bhuta (limaunsur materi kasar).
1.
Prithivi (bumi).
2.
Jal (air).
3.
Tej (api).
4.
Vayu (udara).
Dan yang ke 25
adalah purusha atau atma (sosok transenden atau kesadaran murni) dengan
demikian semuanya ada 25 kebenaran.
Dalam risalah
filsafat sankhya, 25 kebenaran diatas diklasifikasikan lagi sebagai berikut:
1.
Suatu entitas murni zat asal.
2.
Suatu entitas wujud asal yang
berevolusi.
3.
Suatu entitas exlusif yang
berevolusi dari wujud asal.
4.
Entitas yang bukan wujud asal atau
bukan entitas yang berevolusi dari wujud asal.
Dalam ajaran
hindu purusa dan prakerti merupakan dua unsur pokok yang terkandung dalam
setiap materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti merupakan unsur yang
bersifat kekal, halus, dan tidak dapat di pisahkan. Purusa adalah yang bersifat
kejiwaan sedangkan prakerti bersifat kebendaan atau material. Pada penciptaan
alam semesta, prakerti berevolusi menjadi Panca Tanmatra yaitu lima benih yang
belum berukuran. Panca Tan Matra setelah melalui evolusi yang panjang akhirnya
menjadi Panca Maha Bhuta, yakni lima unsure materi,lima unsur materi ini
kemudian membentuk anggota alam semesta seperti matahari, bumi, bulan, bintang
bintang, dan lain lain. Dalam berfungsinya alam semesta, Purusha tidak bisa
menjadi penyebab dari setiap substansi atau entitas. Purusha tidak bertindak
ia hanya saksi. Prakrti adalah satu-satunya penyebab dari apa pun yang ada
baik yang jelas atau tersembunyi.
Prakrti
Keberadaan tiga
Gunas yaitu, Sattva (suatu aspek realitass fisik yang murni dan baik yang
mengarah kepada kebahagiaan dan keharmonisan ), rajas (aspek realitas fisik
yang menyebabkan keinginan, ambisi dan kegelisahan), tamas (aspek realitas
fisik yang mengarah ke kemalasan dan kelambanan (inersia)) dalam suatu
keseimbangan yang harmonis dan dinamis disebut prakrti. Ketiga Guna ada dalam
keadaan seimbangan, harmonis dan dinamis sebelum penciptaan alam semesta. Namun
ketika alam semesta sudah tercipta ketiga guna ada dalam keadaan berselisih,
kehasutan (agitasi) dan tidak seimbang. Dalam proses penciptaan, yang pertama
diciptakan adalah Mahat Tattva (Buddhi atau intelejensi).
Dari Mahat Tattva kemudian dibuat Ahankâr (Ego), dari
Ahankâr kemudian diciptakan lima Tanmâtrâs (sensasi yang ghaib)
yaitu : Shabda (suara), Sparsha (sentuhan), Rupa (penglihatan), rasa(Rasa) dan
Gandha (penciuman). Tubuh tumbuhan, hewan, manusia, serangga, dan lain-lain
terbuat dari lima Tattva (Pancha bhutas). Bahkan segala sesuatu yang tercipta
diciptakan dari yang Pancha maha bhuta.
a)
Karakteristik dari Prakrti, Prakrti bersifat
terdahulu, kekal, unik, tanpa dimulai, dan tanpa alasan. Jika sama sekali
Prakrti tergantung apa-apa, mungkin alam sendiri memeiliki sifat ketiga guna.
Dari ketiga Guna, Prakrti membuat ciptaan mendasarkan, mengandung guna sattva,
raja, tamas. Dan ketiga guna memiliki relativitas yang saling saling terkait.
b)
unsur dari Prakrti, manifestasi dari
Prakrti tidak berbentuk apapun. Manifestasi yang pertama adalah Mahat (Buddhi)
yang melahirkan Ahankâr. Ahankâr adalah cabang dari Buddhi. Lima organ perasa
serta Lima Tanmâtra muncul dari Ahankâr. Dan Buddhi, Ahankâr, danLima Tanmatras
semua karya dari Prakrti. Bahkan, dari Buddhi sampai Pancha mahâbhuta, semua
ciptaan adalah evolusi dari Prakriti dan penyebaran darinya.
Purusha
Purusha
memiliki sifat berdiri sendiri dan berbedadengan prakurti. Purusha tidak
berawal dan tidak berakhir, tidak memiliki unsur-unsur dan bersifat jiwani, dia
berbeda dengan buddhi, pikiran dan organ. Juga bersifat terdahulu dan kekal.
juga melampaui ruang, waktu. Purusha merupakan bentuk kesadaran murni. Purusha
pada dasarnya tidak terhubung dengan Prakruti tapi setelah dunia ini lahir;
tercipta, purusha menjadi terhubung dengan Prakruti. ia menjadi terjerat dalam
Prakruti.
Purusha
juga disebut yang menyaksikan, Maha Melihat, sang bijaksana, dll dalam Kitab
Suci Sankhya. Apabila purushaada bersama dengan Prakruti atau keduanya nertemu,
maka akan terjadi kesedihan.
Setelah
memperoleh pencerahan dan kebijaksanaan melalui pengetahuan, maka Moksha akan
terrcapai dengan sendirinya. Dengan kata lain kita akan mencapai mokhsa apabila
kita memiliki pengetahuan dan apabila kita tidak mempunyainya maka mokhsa tidak
akan tergapai. adapun Moksha itu sendiri adalah tujuan akhir dari filsafat
shankya.
Oleh
karena itu tujuan utama dari Sankhya adalah untuk membebaskan Purusha dari
ikatan Prakruti. Sebenarnya, Atma (Purusha) tidak terikat juga tidak pula
terjebak dalam roda kelahiran & Kelahiran kembali (reinkarnasi).
Prakurtilah yang terjebak dalam kelahiran kembali.
C.
Filsafat
Wedanta.
Wedanta
berasal dari kata weda-anta,artinya bagian terakhir dari weda. Kitap Upanishad
juga disebut dengan Wedanta, karena kitab-kitab ini mewujudkan bagian akhir
dari Weda yang bersifat mengumpulkan.
Mengacu pada
periodeisasi filsafat timur maupun barat, filsafat yang berkembang pertama
kalinya adalah aliran filsafat India yang mengarah kepada Hinduisme dan
Budhaisme. Perkembangan filsafat India sendiri dapat dibagi menjadi 4 zaman
yakni:
Ø Zaman Prasejarah
Ø Zaman Wedaa
a.
Zaman Weda Purba
b.
Zaman Brahmana
c.
Zaman Upanisad
Ø Zaman Budha
Ø Zaman Purana
Dalam zaman
Weda, filsafat India mengalami awal perkembangan yang sangat pesat. Pada masa
ini, muncullah weda, yang bisa dibagi menjadi 4 bagian (samhita), yakni:
1.
Rg Weda (nyanyian pujaan-pujaan)
2.
Sama Weda (mantra yadnya)
3.
Yajur Weda (rumusan upacara-upacara
korban)
4.
Atharwa Weda (mantra-mantra mistik)
Pada masa ini
pula dilahirkan 3 kitab suci yang pada nantinya berperan penting dalam agama
Hindu. Kitab itu antara lain, Brahmana, kitab yang berisi tentang
spekulasi tentang kurban dan kedudukan pendeta-pendeta. Aranyaka, kitab
yang lebih menekankan pada naskah-naskah esoteris yang merupakan hasil refleksi
dari kaum wanaprastha, kitab ini lebih menekankan pada arti batiniah dan
simbolis dari kurban. Upanishad merupakan kelanjutan dari Aranyaka. Seringkali Upanishad dikatakan
penutup dari Weda, baik secara terminologis maupun kronologis. Itu sebabnya Upanishad seringkali
disebut dengan Wedanta.
pengertian
Wedanta erat sekali hubungannya dengan Upanishad hanya saja kitab-kitab Upanishad
tidak memuat uraian-uraian yang sistimatis. Usaha pertama untuk menyusun ajaran
Upanishad secara sistimatis diusahakan oleh Badrayana, kira-kira 400 SM. Hasil
karyanya disebut dengan Wedanta-Sutra.
Ajaran Vedanta,
sering juga disebut dengan Uttara Mimamsa yaitu penyelidikan yang
kedua, karena ajaran ini mengkaji bagian Weda, yaitu Upanishad. Kata
Vedanta berakar kata dari Vedasya dan Antah yang berarti
akhir dari Weda. Sumber ajaran ini adalah kitabVedantasutra atau
dikenal juga dengan nama Brahmasutra. Pelopor ajaran ini adalah Maharsi Vyasa, atau dikenal juga dengan nama Badarayana atau Krishna
Dwipayana.
Filsafat
Wedanta sangat kuno sekali yang menurut dari beberapa sumber adalah dari
literature bangsa Arya, filsafat ini mempunyai kekhususan yakni impersonal,
bukan dari seseorang ataupun rasul seperti dalam islam. wedanta juga disebut uttara Mimamsa kata”wedanta” berarti”akhir dari
weda. Sumber ajarannya adalah kitab upainishad. Maharsi V yasa menyusun kitab
yang bernama Wedantasutra.
1. Ajaran Adwaita
Sistem Wedanta yang terbesar dan terkenal
adalah Adwaita, artinya “tidak dualisme” maksudnya Adwaita menyangkal bahwa
kenyataan ini lebih dari satu (Brahman), walaupun demikian sistim ini bukan
bersifat monistis yang mengajarkan bahwa segala sesuatu dialirkan dari satu
azas saja, melainkan disamping dari Brahman masih ada Atman yang merupakan
sumber kekuatan.
Penganjur yang terbesar dan terbanyak
pengaruhnya dari aliran ini adalah sankara(788-820 masehi). Sankara ragu-ragu
akan ketentuan dari Upanisad yang menyatakan bahwa dunia ini diciptakan oleh
Brahman, akan tetapi tidak percaya akan keaneka ragaman di alam ini sebagai
yang di anjurkan oleh Ramanuja. Kalau dunia betul-betul ada dengan nyata,maka
tidak mungkin keaneka ragaman itu,tidak ada. Dengan pemikiran ini berusaha
untuk mempertemukan pendapat-pendapat yang bertentangan itu dengan berdasarkan
pada upacara dalam Sweta Swatara Upanisad, yang menyatakan bahwa asal (prakrti)
dari pada dunia ini terletak pada kekuatan sulap (maya). Dengan demikian
Brahman dengan kekuatannya MayaNya dapat memperlihatkan segala yang kita lihat
ini, sehingga menghalangi pengetahuan kita yang sebenarnya itu yaitu Brahman
dengan keanekaragamannya.
2. Aliran Wasistadwaita
Wasistadwaita berasal dari kata Wasista dan Dwaita.
Wasista berarti ‘yang diterangkan’ yaitu oleh sifat-sifatnya. Jadi Brahman yang satu diberi
keterangan oleh sifat-sifatNya. Tokohnya bernama Ramanuja (1050-1137). Ramanuja menjelaskan pandangannya dengan cara orang memakai bahasa pada
umumnya. Misal: “Mawar adalah merah”. Mawar adalah substansi, merah adalah
sifat. Keduanya tidak sama, tapi menguraikannya seolah sama. Hubungan keduanya
merupakan hubungan substansi dengan sifat.
Dalam Wasistadwaita ditekankan bahwa yang satu itu
diterangkan atau ditentukan oleh sifat-sifatnya,Brahman yang tunggal itu
menjelma dalam jiwa dan dunia serta menjiwai keduanya.
Menurut Ramanuja Tuhan adalah asas yang amanen yaitu
berada di dalam jiwa (purusa)dan benda (prakerti). Tuhan, jiwa, dan benda
mewujudkan suatau kesatuan yang organis. Hubungan antara ketiganya yaitu apathak
siddhi atau tak dapat dipisahkan. Sekalipun demikian ia tidak
dipengaruhi oleh jiwa dan benda.
Jiwa disebut dengan prakara Tuhan, artinya jiwa turut
membantu Tuhan. Jiwa berbentuk atom.jikalau Tuhan berakekatkan akal, maka jiwa
berakekatkan perasaan. Jiwa juga dapat menderita karena Karma yang
dibuat oleh manusia. Ada tiga golongan, yaitu:
a. Jiwa yang tidak pernah dibelenggu oleh duniawi yang disebut Nitya
b. Jiwa yang bebas dari belenggunya yang disebut mukti
c. jiwa yang masih terbelenggu oleh benda, sehingga masih mengalami kelahiran
kembali.
Ramanuja mengajarkan bahwa benda tidak bergantung dari
roh atau jiwa dalam perkembangan Sattwa, rajas, tamas mewujudkan
sifat-sifat benda.
Hubungan jiwa dengan Tuhan, jiwa dengan badan dipengaruhi
sifat masing-masing. Ramanuja menguraikan sepuluh sifat.
3. Aliran Dwaita
Aliran ini menganggap
dirinya sama tuanya dengan Upanisad, tidak ada yang dapat menentukan apakah
anggapan itu benar. yang jelas ialah orang yang terkenal atau sebagai tokoh
yang terkenal atau sebagai tokoh aliran ini adalah madhwa (1199-1278),
jika kita perhatikan dari masa kehidupan para tokoh aliran wedanta ini, madhwa
yang paling muda.
Dwaita mula-mula berpengaruh dibagian barat
india, akan tetapi kemudian pengaruhnya menjalar kebagian yang lebih luas.
Madhwa sangat berpengaruh pada saat itu sehingga dikenal sebagi Purnaprajna artinya: orang
yang telah mendapat fikiran yang sempurna. Madhwa juga di panggil
oleh orang tuanya dengan nama Wasudewa. Hasil karyannya yang
gterkenal ialah komentar atas kitab-kitab Upanisad. Atas kitab
Bhagawadgita dan Wedanta – sutra serta beberapa
tulisan lainya.
Sistim Wedanta seperti yang dianjurkan oleh
Madhwa disebut Dwaita (dualis) sebab menurut Madhwa
pokok-pokok ajaran filsafatnya adalah perbedaan (bheda). Sistim ini disebut
juga realistis karena mengakui bahwa dunia ini nyata bukan maya. Akhirnya
sistim ini juga bersifat theitis, karena menerima adanya Tuhan yang pribadi
sebagai satu-satunya kenyataan yang berdiri sendiri (swatantra) dengan kata lain
Madhwa mengakui/percaya. Dengan adanya manifestasi dari Tuhan yang beraneka
ragam.
Dasar ajaran Madhwa adalah mengakui adanya
kenyataan yang beraneka ragam di dunia ini, semua mampu mempunyai cirri dan
sifat tersendiri, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan. Pada prinsipnya
perbedaan itu adalah segala sesuatu yang mempunyai wujud tersendiri. Umpama;
sapi sendirinya berbeda dengan kambing. Menyebut sapi dengan sendirinya
menunjuk perbedaannya dengan kambing dan sebaliknya, menyebut kambing dengan
sendirinya menunjuk kepada perbedaan kambing dengan sapi. Oleh karena itu
sebenarnya orang tidak mampu mengetahui du hal sekaligus, guna untuk
mengetahui perbedaan kedua itu demikian pula halnya dengan filsafat tidak
mampu membedakan sekaligus, tanpa mengenal satu persatu terlebih dahulu.
Menurut Madhwa di dunia ini ada lima macam
perbedaan yaitu:
1.
Perbedaan
antara Tuhan dengan Jiwa.
2.
Perbedaan
antara Jiwa dengan Jiwa yang lainya.
3.
Perbedaan
antara Tuhan dengan benda.
4.
Perbedaan
antara Jiwa dengan benda.
5.
Perbedaan
antara benda yang satu dengan benda yang lainya.
Semua itu berbeda berbeda secara mutlak,
sekalipun perbedaan itu tidak berarti bahwa semua itu tidak saling bergantungan
umpamannya; tubuh bergantung dari pada jiwa, sekalipun keduannya sangat berbeda
sekali. Hanya ada satu hal yang tidak bergantung pada hal yang lain yaitu
adalah Tuhan, tetapi sebaliknya yang lainya bergantung pada Tuhan.
Tuhan , jiwa dan benda ketigannya sama-sama
kekal adannya, sekalipun demikian hanya Tuhan yang merdeka dan bebas, yang bergantung
pada siapapun dan apapun. Tuhan adalah kenyataan yang tertinggi dan memiliki
sifat-sifat yang kaya sekali. Walaupun tuhan dapat di mengerti, akan tetapi
Tuhan tidaak dapat dikenal oleh umat secara menyeluruh dan secara sempurna.
Tuhan yang berhakekat-kan pengetahuan dan kegirangan itu adalah suatu pribadi,
yang memiliki suatu kepribadian yang mutlak.
Menurut Madhwa bahwa didunia ini ada banyak
jiwa yang tidak terhingga jumlahnya. Tiap jiwa berbeda dengan jiwa yang lain.
Itulah sebabnya tiap orang memiliki pengalaman sendiri-sendiri, memiliki cacat
sendiri, memiliki sengsara sendiri, dan seterusnya. Jiwa-jiwa itu berbentuk
atom akan tetapi karena dipengaruhi oleh ikatan duniawi (nafsu) maka jiwa ini
ikut menderita atau bahagia, padahal sebenarnya jiwa itu kekal dan abadi penuh
kebahagiaan. Oleh karena di bungkus oleh karma wesana maka jiwa-jiwa
itu ikut menderita, sengsara dan pada saatnya akan kembali numitis
ke dunia ini.
§ Secara umum
dijelaskan bahwa jiwa yang ada didunia ini mempunyai tingkatan-tingkatan
yaitu: Jiwa-jiwa yang bebas secara kekal (nitya), seperti umpamannya
Laksmi, istri atau sakti Wisnu.
§ Jiwa-jiwa
yang telah mencapai kelepasan dari sengsara (mukta) yaitu para
Dewata, para Rsi dan nenek moyang yang telah mendapat kelepasan.
§ Jiwa-jiwa
yang terbelenggu (baddha), oleh segala papa dan dosa, jiwa terbelenggu ini ada
dua kelompok yaitu:
a.
Jiwa-jiwa
yang masih dibebaskan (mukti yogya).
b.
Jiwa-jiwa
yang tidak dapat dilepaskan lagi.
Ajaran Dwaita tentang proses terjadinya
pengetahuan pada umumnya sama dengan ajaran Nyaya dan Waisesika, akan tetapi
ajaranya tentang pengetahuan itu sendiri ada bedannya. Menurut Dwaita
pengetahuan adalah suatu bentuk dari alat-alat (manas), sehinnga pengetahuan
itu bersifat pada manas, bukan pada pribadi manusia. Namun dalam proses
pengetahuan itu sendiri manusialah yang menjadi pelakunnya, sebab pribadi
manusialah yang memprakarsai proses itu, sehingga ada hubungan antara pribadi
manusia dan pengetahuan yang timbul.
Pengetahuan
yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan yang ada di luar
manusia. Pengetahuan yang salah juga memiliki obyeknya. Adapun obyeknya ialah
“apa yang tidak ada” (asat). Hal ini diterangkan demikian; orang memiliki
seutas tali sebagai seekor ular (kenyataannya tidak benar). Aliran Nyaya –
Waisesika mengajarkan, bahwa ular itu ada, sekalipun bukan di tempat itu,
melainkan di tempat lain. Dwaita berpendapat, bahwa ular itu tidak ada, baik di
tempat itu, maupun di tempat lain. Kesalahan pengetahuan itu adalah bahwa apa
yang tidak ada di sangka ada. Obyek pengetahuan yang salah memang tidak ada
secara kenyataan, hanya bayangan saja yang menyebutkan ada seperti melihat
ular, padahal tidak ada ular yang ada hanya tali saja,. Orang-orang pada
umumnya bingung, menyangka yang sesungguhnya tidak ada dikatakan ada; hal ini
di sebabkan oleh kegelapan pikiran manusia yang disebut dengan Awidya.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari kedua
aliran tersebut kita bisa menyederhanakan bahwa aliran filsafat sangat banyak
sekali di dunia, tak terkecuali di India yang notabeni dianggap sebagai aliran
filsafat tertua yang pernah tercatat dalam sejarah kehidupan manusia, kita juga
bisa meruncingkan bahwa Samkhya dan Wedanta keduanya sangat berpengaruh dalam
cara pemikiran hindu modern khususnya di Indonesia yang banyak sekali
menerapkan paham-paham tersebut sampai sekarang. Dari kedua aliran tersebut
bisa diambil bahwa sangat beragamnya system filsafat dalam hindu yang bisa
dijadikan bahan pemikiran maupun referensi keilmuan dalam dunia akademis maupun
umat beragama di seluruh dunia
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono,
Harun, Sari Filsafat India, Jakarta, BPK Gunung Mulia Kwitang,
1985.
Suparta,
Ardhana, Sejarah perkembangan AGAMA HINDU di Indonesia. Surabaya:
Paramita, 2002.
Satya prasad
dasji, Swami. Indian Philosophy, Bhuj : Sadguru Mahant Swani Sri
Dharmnandan dasji, 2010.
Suparta,
Ardhana. Sejarah perkembangan AGAMA HINDU di Indonesia. Surabaya:
Paramita, 2002.
0 komentar :
Posting Komentar